|
PENULIS |
EVIANTI ENSI SELE MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA KUPANG |
Apa itu Gangguan Identitas Gender?
Gangguan identitas gender adalah ketidakcocokan antara identitas gender seseorang dengan anatomi gender mereka. Identitas jenis kelamin merupakan keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam diri seseorang sebagai laki-laki atau wanita. Fausiah (2003) menjelaskan bahwa identitas gender merefleksikan perasaan dalam diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki atau perempuan.
Identitas jenis kelamin (gender identity) didasarkan pada perasaan dalam diri seseorang. Hal ini berkaitan dengan sikap, perilaku, dan atribut lainnya yang ditentukan secara kultural dan berhubungan dengan maskulinitas atau femininitas. Sedangkan, peran jenis kelamin (gender role) adalah pola perilaku eksternal yang mencerminkan perasaan dalam diri seseorang terkait identitas kelamin. Peran gender berkaitan dengan pernyataan masyarakat tentang citra maskulin atau feminim.
Gangguan identitas gender terjadi ketika seseorang mengalami ketidaknyamanan atau rasa tertekan karena adanya ketidakcocokan antara jenis kelamin biologis dengan identitas gender mereka. Sebelumnya, kondisi ini dikenal sebagai gangguan identitas gender. Jenis kelamin biologis seseorang ditentukan oleh penampilan alat genitalia saat lahir. Namun, identitas gender adalah jati diri jenis kelamin yang dipercayai dan diyakini oleh individu tersebut.
Tanda dan Gejala Gangguan Identitas Gender
Di bawah ini adalah ciri-ciri yang menunjukkan adanya gangguan ini.
1. Sangat ingin menjadi bagian dari gender yang berbeda (yakin bahwa ia memiliki identitas gender yang berbeda).
2. Memilih pakaian yang sesuai dengan stereotip gender yang berbeda.
3. Berfantasi menjadi gender yang berbeda atau bermain permainan yang dianggap sebagai permainan gender yang berbeda.
4. Menginginkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan stereotip gender yang berbeda.
5. Berkeinginan untuk memiliki teman dari gender yang berbeda (biasanya anak-anak lebih suka memiliki teman dari gender yang sama). Pada remaja dan orang dewasa, hal ini dapat diidentifikasi dari harapan mereka untuk menjadi seperti anggota gender yang berbeda.
6. Perasaan tidak nyaman yang kuat dan menetap pada gender anatomi atau perilaku yang sesuai dengan stereotip gender.
7. Tidak ada kondisi interseksual.
8. Menyebabkan kecemasan yang serius atau mempengaruhi pekerjaan, sosialisasi, atau hal lainnya.
9. Gangguan identitas gender dapat berakhir pada masa remaja ketika anak-anak mulai menerima identitas gender mereka. Namun, gangguan ini juga dapat berlangsung hingga remaja atau bahkan hingga dewasa, yang mungkin menyebabkan seseorang menjadi gay atau lesbian.
Keinginan dan keyakinan yang dimaksud di atas bukan hanya keinginan untuk memperoleh manfaat sosial dan budaya dari jenis kelamin yang berbeda. Keinginan tersebut berasal dari dalam diri karena keyakinan bahwa mereka seharusnya tidak terikat pada kelompok jenis kelamin tertentu. Mereka juga menunjukkan perilaku dan sikap yang sesuai dengan gender yang berlawanan.
Dampak Gangguan Identitas Gender
Dampak Gangguan Identitas gender dapat sangat luas, sehingga kehidupan mental individu tersebut hanya terfokus pada beberapa kegiatan tertentu yang dapat mengurangi tekanan akibat stigma gender yang dihadapinya. Disforia gender juga dapat mempengaruhi hubungan dengan orang tua dan menyebabkan tekanan atau depresi dalam aspek sosial, pekerjaan, atau bidang lain yang dapat mengganggu kualitas hidup individu yang mengalaminya.
Ketidakcocokan antara jenis kelamin dan identitas gender yang dirasakan oleh individu yang mengalami disforia gender dapat menyebabkan stres, gangguan kecemasan, dan depresi kronis. Upaya bunuh diri, penyalahgunaan zat dan obat terlarang yang dapat menyebabkan kecanduan juga merupakan masalah umum yang dihadapi oleh individu yang mengalami disforia gender dan/atau transgender. Disforia gender dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti perilaku lesbian pada tokoh utama dalam novel Hitam Putih Dunia.
Peran Perawat Jiwa dalam Menangani Pasien dengan Gangguan Identitas Gender
Peran perawat jiwa sangatlah krusial dalam menangani pasien yang mengalami gangguan identitas gender. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perawat jiwa untuk membantu pasien gangguan identitas gender, antara lain:
• Memberikan dukungan emosional dan psikologis yang dibutuhkan pasien. Pasien yang mengalami gangguan identitas gender seringkali merasa tertekan dan mengalami depresi karena perbedaan antara jenis kelamin biologis dengan identitas gender mereka. Oleh karena itu, perawat jiwa harus mampu memberikan dukungan yang dibutuhkan agar pasien merasa didengar dan dipahami.
• Selain itu, perawat jiwa juga harus memberikan informasi yang akurat dan jelas tentang gangguan identitas gender kepada pasien. Pasien yang mengalami gangguan identitas gender seringkali kesulitan memahami kondisi mereka sendiri, oleh karena itu perawat jiwa harus mampu memberikan informasi yang tepat agar pasien dapat memahami kondisi mereka dengan lebih baik.
• Menolong pasien dalam menjelajahi identitas gender mereka. Pasien yang menderita gangguan identitas gender seringkali menghadapi kesulitan dalam mengeksplorasi identitas gender mereka. Oleh karena itu, perawat jiwa perlu membantu pasien dalam menjelajahi identitas gender mereka sehingga pasien dapat memahami diri mereka dengan lebih baik.
• Memberikan sokongan dalam proses transisi gender. Beberapa pasien dengan gangguan identitas gender memilih untuk menjalani proses transisi gender, yaitu perubahan dari jenis kelamin biologis ke jenis kelamin yang diinginkan. Perawat jiwa harus memberikan sokongan kepada pasien dalam proses transisi gender agar pasien merasa didukung dan terbantu.
• Membantu pasien dalam menghadapi stigma dan diskriminasi. Pasien dengan gangguan identitas gender seringkali mengalami stigma dan diskriminasi dari masyarakat sekitar. Oleh karena itu, perawat jiwa harus membantu pasien dalam menghadapi stigma dan diskriminasi agar pasien merasa lebih nyaman dan terbuka dalam mengungkapkan diri mereka.
Tantangan yang akan dihadapi Perawat Jiwa
Perawat jiwa yang menangani pasien dengan gangguan identitas gender sering dihadapkan pada beberapa tantangan. Berikut adalah beberapa tantangan yang dihadapi perawat jiwa dalam menangani pasien dengan gangguan identitas gender:
1. Stereotip dan diskriminasi. Pasien dengan gangguan identitas gender seringkali mengalami stereotip dan diskriminasi dari masyarakat sekitar. Hal ini dapat membuat pasien merasa tidak nyaman dan sulit untuk membuka diri kepada perawat jiwa.
2. Kesulitan dalam memahami kondisi pasien. Gangguan identitas gender adalah kondisi yang kompleks dan sulit dipahami oleh banyak orang. Oleh karena itu, perawat jiwa harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang gangguan identitas gender agar dapat membantu pasien dengan lebih efektif.
3. Kesulitan dalam mengeksplorasi identitas gender pasien. Pasien yang mengalami gangguan identitas gender seringkali menghadapi kesulitan dalam mengeksplorasi identitas gender diri mereka. Oleh karena itu, perawat jiwa harus membantu pasien melalui proses ini agar mereka dapat memahami diri mereka dengan lebih baik.
4. Kesulitan dalam memberikan dukungan emosional dan psikologis. Pasien yang mengalami gangguan identitas gender seringkali mengalami tekanan dan depresi akibat ketidakcocokan antara jenis kelamin biologis mereka dan identitas gender mereka. Oleh karena itu, perawat jiwa harus memberikan dukungan emosional dan psikologis yang memadai kepada pasien agar mereka merasa didukung dan dipahami.
5. Kesulitan dalam membantu pasien dalam proses transisi gender. Beberapa pasien yang mengalami gangguan identitas gender memilih untuk melakukan proses transisi gender, yaitu perubahan dari jenis kelamin biologis ke jenis kelamin yang diinginkan. Perawat jiwa harus memberikan dukungan kepada pasien dalam proses transisi gender agar pasien merasa didukung dan terbantu.
Strategi Perawat Jiwa dalam Menangani Pasien dengan Gangguan Identitas Gender
Apa saja strategi yang dapat dipergunakan oleh perawat jiwa untuk memperkuat hubungan yang baik dengan pasien yang mengalami gangguan identitas gender? Berikut ini adalah beberapa strategi yang dapat dipakai oleh perawat jiwa untuk memperkuat hubungan yang baik dengan pasien yang mengalami gangguan identitas gender:
1. Membangun kepercayaan. Perawat jiwa harus membantu pasien merasa nyaman dan aman dalam membuka diri tentang kondisi mereka. Oleh karena itu, perawat jiwa harus membangun kepercayaan dengan pasien dengan cara mendengarkan dengan empati dan menghargai perasaan pasien.
2. Menyediakan dukungan emosional dan psikologis. Pasien dengan gangguan identitas gender seringkali mengalami tekanan dan depresi akibat ketidakcocokan antara jenis kelamin biologis dengan identitas gender mereka. Oleh karena itu, perawat jiwa harus memberikan dukungan emosional dan psikologis yang cukup kepada pasien agar pasien merasa didengar dan dipahami.
3. Menyediakan informasi yang tepat dan jelas tentang gangguan identitas gender. Pasien yang mengalami gangguan identitas gender seringkali menghadapi kesulitan dalam memahami kondisi mereka sendiri. Karena itu, perawat jiwa harus menyediakan informasi yang tepat dan jelas tentang gangguan identitas gender agar pasien dapat memahami kondisi mereka dengan lebih baik.
4. Menghormati identitas gender pasien. Perawat jiwa harus menghormati identitas gender pasien dan menghindari melakukan diskriminasi atau perlakuan yang tidak adil terhadap pasien.
5. Membantu pasien dalam menjelajahi identitas gender mereka. Pasien yang mengalami gangguan identitas gender seringkali mengalami kesulitan dalam menjelajahi identitas gender mereka. Oleh karena itu, perawat jiwa harus membantu pasien dalam menjelajahi identitas gender mereka agar pasien dapat memahami diri mereka dengan lebih baik.
6. Menggunakan bahasa yang peka gender. Perawat jiwa perlu memakai bahasa yang peka gender dan menghindari kata-kata atau frasa yang bisa menyinggung pasien.
7. Memberikan sokongan dalam peralihan gender. Beberapa pasien dengan gangguan identiti gender memilih untuk menjalankan peralihan gender, yaitu perubahan dari jenis kelamin biologis ke jenis kelamin yang diidamkan. Perawat jiwa harus memberikan sokongan pada pasien dalam proses peralihan gender agar pasien merasa didukung dan terbantu.
Gangguan identitas gender adalah kondisi di mana seseorang merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin biologisnya dan merasa bahwa ia seharusnya memiliki jenis kelamin yang berbeda. Terapi hormon dan terapi perilaku dapat membantu individu dengan gangguan identitas gender mengembangkan karakteristik seksual sekunder yang sesuai dengan jenis kelamin yang diinginkan dan mengatasi stres dan kecemasan yang terkait dengan kondisi tersebut.
Perawat jiwa memainkan peran penting dalam membantu pasien memahami pilihan pengobatan yang tersedia dan membantu pasien dalam memilih pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi individu. Perawat jiwa juga dapat membantu pasien dalam mengatasi stres dan kecemasan yang terkait dengan gangguan identitas gender melalui konseling dan dukungan psikologis.

