-->

Gangguan Jiwa Hanya Terjadi pada Orang yang Memiliki Riwayat Keluarga dengan Gangguan Jiwa: Fakta atau Fiksi?

PENULIS

MAHASISWA STIKES NUSANTARA KUPANG

Gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan mental yang seringkali dianggap tabu dan dihindari oleh masyarakat. Banyak mitos yang berkembang di sekitar gangguan jiwa, salah satunya adalah bahwa gangguan jiwa hanya terjadi pada orang yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa. Namun, apakah mitos ini benar adanya? Artikel ini akan membahas fakta dan fiksi seputar mitos tersebut berdasarkan sumber ilmiah.

Pengertian Gangguan Jiwa
Sebelum membahas lebih lanjut tentang mitos gangguan jiwa, perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa. Menurut American Psychiatric Association (APA), gangguan jiwa adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan perubahan perilaku, emosi, dan/atau pola pikir yang menyebabkan penderita mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh gangguan jiwa antara lain depresi, kecemasan, skizofrenia, bipolar, dan gangguan makan.

Mitos Gangguan Jiwa Hanya Terjadi pada Orang yang Memiliki Riwayat Keluarga dengan Gangguan Jiwa

Mitos yang seringkali berkembang di masyarakat adalah bahwa gangguan jiwa hanya terjadi pada orang yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa. Namun, apakah benar demikian?

Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Institute of Mental Health (NIMH), faktor risiko untuk mengalami gangguan jiwa tidak hanya berasal dari faktor genetik atau riwayat keluarga, tetapi juga dari faktor lingkungan dan pengalaman hidup. Beberapa faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa antara lain stres, trauma, kekerasan, dan penyalahgunaan zat.

Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak semua orang yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa akan mengalami gangguan jiwa tersebut. Sebaliknya, ada juga orang yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa namun mengalami gangguan jiwa karena faktor lingkungan dan pengalaman hidup.

Faktor Risiko Gangguan Jiwa
Selain faktor genetik dan lingkungan, ada beberapa faktor risiko lain yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami gangguan jiwa. Beberapa faktor risiko tersebut antara lain:
  • Usia: Beberapa jenis gangguan jiwa seperti demensia lebih sering terjadi pada usia lanjut.
  • Jenis kelamin: Beberapa jenis gangguan jiwa seperti depresi dan kecemasan lebih sering terjadi pada wanita.
  • Kondisi medis: Beberapa kondisi medis seperti penyakit jantung dan diabetes dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa.
  • Penggunaan obat-obatan tertentu: Beberapa obat-obatan seperti kortikosteroid dan obat-obatan untuk tekanan darah tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa.
  • Riwayat pengalaman hidup: Pengalaman hidup seperti trauma, kekerasan, dan penyalahgunaan zat dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa.
Mitos bahwa gangguan jiwa hanya terjadi pada orang yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa tidak sepenuhnya benar. Faktor risiko untuk mengalami gangguan jiwa tidak hanya berasal dari faktor genetik atau riwayat keluarga, tetapi juga dari faktor lingkungan dan pengalaman hidup. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami fakta seputar gangguan jiwa agar dapat memberikan dukungan dan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Gangguan jiwa dapat menyebabkan disfungsi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Gangguan jiwa menimbulkan stigma negatif karena perilaku penderitanya bersifat merugikan. Di dalam masyarakat tetap ada pemikiran bahwa penderita gangguan jiwa harus dijauhi karena dapat memberikan ancaman kepada orang lain. Kondisi ini memperburuk keadaan penderita gangguan jiwa akibat mengalami diskriminasi dan stigmatisasi.

Gangguan jiwa bisa diobati dengan berbagai metode, tergantung pada jenis dan tingkat keparahannya. Beberapa cara umum meliputi terapi psikologis, terapi obat, terapi elektrokonvulsif, dan terapi keluarga. Terapi psikologis membantu penderita gangguan jiwa dalam mengatasi masalah emosional dan perilaku yang terjadi. Terapi obat membantu mengurangi gejala-gejala yang dialami seperti cemas, depresi, dan halusinasi. Terapi elektrokonvulsif digunakan untuk mengobati gangguan jiwa yang parah dan sulit diobati dengan menggunakan terapi obat atau terapi psikologis. Terapi keluarga membantu keluarga penderita gangguan mental dalam memahami kondisi penderita dan memberikan dukungan yang dibutuhkan.

Ingatlah bahwa penderita masalah mental bukanlah individu yang lemah atau tidak mampu mengatasi tantangan. Masalah mental adalah kondisi kesehatan yang memerlukan perawatan dan dukungan dari orang terdekat. Dukungan dari keluarga dan teman-teman sangat membantu individu dengan masalah mental untuk pulih dan menjalani kehidupan yang normal. Selain itu, penting untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap individu dengan masalah mental agar mereka dapat hidup dengan tenang dan merasa diterima di masyarakat. 

Berikut adalah beberapa jenis gangguan jiwa yang sering terjadi:
  • Kecemasan: gangguan kecemasan umum, gangguan kecemasan sosial, fobia, dan serangan panik.
  • Kepribadian: menyebabkan individu memiliki pola pikir dan perilaku yang tidak normal dan sulit untuk diubah.
  • Psikosis: membuat individu kesulitan membedakan antara kenyataan dengan halusinasi.
  • Suasana hati: depresi dan gangguan bipolar.
  • Makanan: anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan binge eating disorder.
Masalah kesehatan mental juga dapat mempengaruhi kondisi fisik seseorang, seperti kelelahan, kurang semangat, kehilangan nafsu makan atau peningkatan nafsu makan. Masalah nafsu makan ini dapat menyebabkan malnutrisi dan dapat mempengaruhi berat badan seseorang. Selain itu, orang yang mengalami masalah kesehatan mental juga dapat mengalami keluhan fisik seperti nyeri, namun tidak ada kelainan fisik yang dapat ditemukan. 

Keluhan ini dikenal sebagai gangguan psikosomatik. Namun, jika seseorang mengalami salah satu tanda masalah kesehatan mental di atas, hal ini tidak selalu berarti bahwa mereka mengalami masalah kesehatan mental. Namun, jika gejalanya cukup berat dan mengganggu kehidupan sehari-hari, seperti hubungan dengan orang lain, pekerjaan atau sekolah, dan aktivitas sehari-hari, maka diperlukan konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Untuk menentukan apakah seseorang mengalami masalah kesehatan mental, psikolog atau psikiater dapat melakukan pemeriksaan kejiwaan. Dari hasil pemeriksaan tersebut, akan diketahui jenis masalah kesehatan mental yang dialami dan psikolog atau psikiater dapat memberikan penanganan yang sesuai.


NAMA-NAMA PENULIS:
1. EVIANTI E. SELE
2. RUSDIYANTO R. ANDUNG
3. LILY A. TABUN
4. MEVI A. SNAE
5. LEDI Y. M. MATTA
6. YANUARIUS F. S. BEI
LihatTutupKomentar

Total Pageviews